Sabtu, 08 Desember 2007

Orang Lombok Dan Tahu Tipat

Apa hubunganya orang Lombok dengan tahu tipat, mungkin itulah pertanyaan yang ada di benak kamu, tapi percayalah bukan hanya kamu yang berfikir seperti itu, aku pun dulu juga punya fikiran seperti yang kamu fikirkan.

Pertama kali aku datang ke Bali, di pertengahan tahun 2005, aku banyak sekali berjumpa dan bertemu dengan orang Lombok, awalnya aku mengira perjumpaan itu hanya kebetulan, sama halnya seperti ketika aku bertemu dengan orang-orang Lombok di daerah lain yang pernah aku diami, seperti di Kalimnatan dan Jawa, ketika di Kalimantan dan Jawa dulu, tiap kali bertemu dengan batur sasak, ada perasaan senang dan haru, aku merasa ada ikatan emosional yang menyatukan kita, perasaan sama-sama sebagai orang Lombok yang tinggal di rantau. Di Bali keadaanya agak sedikit berbeda, aku dengan mudahnya berjumpa dengan orang Lombok yang hampir ada di tiap sudut kota Denpasar, jika kebetulan suatu waktu kamu berkunjung ke Denpasar dan menemukan pedagang asongan di depan Matahari Mall, cobalah bertanya dari mana asalnya, aku yakin seyakin-yakinya kalau pedagang asongan itu adalah orang Lombok, atau kalau ngga’ cobalah pas sore jalan-jalan ke lapangan Puputan, dan cobalah beli minuman di pedagang minuman yang biasa menjajakan jualanya dengan cara menggendong, dan kalau sempat cobalah bertanya dari mana asalnya, dan aku yakin lagi jawabanya pasti orang Lombok, atau yang lebih pasti lagi, cobalah beli koran di setiap perempatan jalan besar di Denpasar, dan sekali lagi, cobalah bertanya dari mana asalnya, jawabanya sama “ aku dari Lombok”, namun dari jenis profesi tadi (pedagang asongan, penjual minuman dan penjual koran ) profesi yang paling banyak dilakoni oleh orang Lombok adalah menjadi buruh bangunan, hampir di setiap proyek, dapat ditemui orang Lombok yang menjadi buruh, sehingga aku sering berseloroh pada teman-teman dari Lombok yang kebetulan singgah atau mampir di Bali dan menginap di kos, bahwa menandai orang Lombok di Bali sangat gampang, pokoknya kalau ada orang yang pegang sekop dan linggis, kamu tanya aja, dia orang mana, pasti orang Lombok…!!!. Kedekatan geografis dan kesohoran Bali sebagai daerah pariwisata, merupakan alasan utama orang Lombok untuk mencoba peruntungan di Bali, dari hasil ngobrol-ngobrol dengan mereka, terungkap bahwa keinginan untuk merantau ke Bali lebih didasari dari kebutuhan untuk tetap survive, bagi mereka, hidup di Lombok tidak dapat memberikan harapan untuk hidup yang lebih layak, dengan hanya bermodal semangat dan tanpa keahlian yang memadai, orang Lombok di Bali siap menantang kerasnya hidup.

Trus, apa hubunganya orang Lombok dengan tahu tipat?? Begini ceritanya, suatu hari, sewaktu aku baru pulang kerja, di depan kos ku, ada orang yang jual makanan pake rombong (gerobak), awalnya aku kira bakso atau mie ayam, ternyata bukan, nama makanan itu tahu tipat, kalau boleh menyamakan, makanan itu hampir sama dengan gado-gado, bahan baku utamanya adalah tahu dan ketupat, cara penyajianya cukup sederhana, tahu biasanya digoreng saat itu juga dan ketika matang langsung diiris-iris dan disatukan dalam piring dengan ketupat yang sudah dipotong kecil-kecil, selanjutnya adalah tahu dan ketupat di siram dengan bumbu kacang dan sebagai pelengkap di berikan irisan cabe muda dan kerupuk, meskipun sama-sama menggunakan bumbu kacang sebagai bumbu utama, namun perbedaan rasa dengan bumbu kacang gado-gado sangat jelas terasa. Kembali ke orang yang jualan tahu tipat tadi, seperti biasa ketika aku berkomunikasi dengan pedagang yang kebetulan jualan dengan cara mendorong rombong, kalau ngga’ dengan bahasa Indonesia aku biasa menyapa mereka dengan bahasa Jawa, karena setahu aku, kebanyakan orang-orang yang berjualan dengan rombong ini adalah orang yang berasal dari pulau Jawa. Namun kali ini aku keliru, ternyata orang yang aku ajak bicara ini adalah orang Lombok, batur sasak sendiri. Hal ini aku tau dari logat bahasa Indonesianya yang masih kental dengan dialek Lombok, saat itu aku baru tahu kalau orang Lombok ternyata selain menjadi pedagang asongan, penjual koran, penjual minumuan dan buruh bangunan, ternyata ada juga yang menekuni profesi lain, yaitu penjual tahu tipat!. Namun saat itu aku belum sempat bertanya, dari mana ia mendapat keahlian membuat tahu tipat dan apakah banyak orang Lombok yang menjual tahu tipat selain dia. Aku merasa patut mempunyai pertanyaan itu, karena yang aku tahu, di Lombok sendiri aku tidak menjumpai makanan dengan nama tahu tipat, dan aku yakin itu bukan masakan khas Lombok, berbeda dengan kalau misalnya orang Jawa jual bakso atau mie ayam (walaupun bakso dan mie ayam bukan asli Jawa), orang madura jual sate atau gule, atau orang padang jualan nasi padang, aku tidak perlu heran, karena memang mereka dimana saja berada selalu identik dengan profesi itu. Dan setahu aku kalau orang Lombok membuka usaha makanan maka yang dijual tidak jauh-jauh dari ayam taliwang, plecing kangkung dan bebalung. Dan aku juga merasa patut mengajukan pertanyaan apakah cuma dia seorang yang jualan tahu tipat ataukah masih ada orang Lombok lainya yang jualan seperti dia. Dan pertanyaan yang terakhir ini wajar aku utarakan mengingat orang Lombok yang menjual makanan apalagi yang memakai rombong setahu aku tidaklah terlalu banyak (untuk tidak mengatakan tidak ada), kalaupun ada yang membuka warung ayam taliwang atau pelecing kangkung, kebanyakan mereka membuka warung yang cukup besar dan kebanyakan dari mereka adalah orang yang secara ekonomi cukup berada (buktinya mereka mampu menyewa tempat untuk berusaha padahal harga sewa tempat di Bali cukup mahal) dan satu lagi, kebanyakan yang menjual makanan itu adalah perempuan. Tapi yang aku saksikan sekarang ini adalah seorang laki-laki yang menurut ceritanya sudah pernah menjadi TKI ke Malaysia hampir 4 kali, dan menjadi buruh bangunan di Bali hampir 3 tahun lebih, ia sendiri berasal dari daerah di Lombok yang cukup kering dan kurang produktif. Pertanyaan aku tadi terus mengendap di kepala, sampai suatu ketika aku membeli tahu tipat lagi, kali ini orangnya berbeda namun lagi-lagi orang Lombok, pada orang ini lah aku coba tanya-tanya, dapat dari mana ide jual tahu tipat dan banyak ngga’ orang Lombok yang jualan tahu tipat selain dia. Ternyata ide jual tahu tipat itu muncul bukan dari dia sendiri, dia hanya mengikuti temanya yang terlebih dulu jualan, dan ternyata, masih menurut orang Lombok tadi, dapat dipastikan kalau ada orang yang mendorog rombong tahu tipat itu pasti orang Lombok..ach..ternyata orang Lombok di Bali tidak saja identik dengan buruh bangunan tapi identik juga dengan tahu tipat. Kelak ketika aku sudah lama di Bali, “keterkejutan” aku akan orang Lombok makin menjadi, dimana aku menemukan banyak sekali orang Lombok yang menjadi, maaf..wanita penghibur dan maling..Ha.…!!!